BEKASI BARAT - Dinas Pariwisata dan Budaya Kota
Bekasi, Jawa Barat, menetapkan delapan situs bersejarah di wilayah setempat
sebagai cagar budaya yang akan digarap menjadi daya tarik pariwisata.
"Penetapan cagar budaya ini berdasarkan Surat Keputusan
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi yang ditandatangani pekan lalu," kata
Kepala Dinas Pariwisata dan Budaya Kota Bekasi Ahmad Zarkasih kepada budaya-bekasi.blogspot.co.id, Sabtu
(18/11).
Delapan situs yang ditetapkan menjadi cagar budaya, yakni
rumah adat Bekasi di Kranggan, Kecamatan Jatisampurna yang telah dihuni selama
sembilan generasi dan kini difungsikan sebagai balai pertemuan warga.
Selain itu, Sumur Kembar Kranggan, Sumur Batu di Kelurahan
Sumur Batu, Kecamatan Bantargebang, Tugu Perjuangan Kali Bekasi, Tugu
Perjuangan Rakyat Bekasi di area Alun-alun Kota Bekasi, Tugu Bambu Runcing di
area Hutan Kota Bekasi, Tugu Perjuangan Jalan H Agus Salim dan Gedong Papak.
"Sejauh ini baru delapan cagar budaya yang dimiliki Kota
Bekasi. Latar belakangnya adalah faktor sejarah, mengingat Bekasi merupakan
salah satu daerah perlawanan terhadap musuh di masa revolusi, juga karena
faktor histori budaya Bekasinya hingga kemudian ditetapkan sebagai cagar budaya,"
katanya.
Zarkasih mengatakan, pihaknya telah menerima alokasi anggaran
sebesar Rp 80 juta untuk perawatan situs cagar budaya tersebut. Namun karena
dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Bekasi
Tahun 2017 sangat minim dan tidak memadai bagi perawatan delapan situs
sekaligus, maka akhirnya ditetapkan skala prioritas.
"Hanya dua situs yang dipilih untuk mendapatkan
perawatan, yakni Sumur Batu dan Tugu Perjuangan Rakyat dekat Kali Bekasi,"
katanya.
Perihal Sumur Batu, diyakini sebagai sumur karomah tempat
orang-orang Bekasi zaman dahulu mengambil wudhu saat akan
shalat. Kondisinya saat ini, kata dia, membutuhkan perbaikan sehingga
diprioritaskan mendapat alokasi dana perawatan.
Kemudian Tugu Perjuangan Rakyat dekat Kali Bekasi mendapat
alokasi dana perawatan karena dipersiapkan menjadi objek wisata bersejarah
pertama yang siap dikunjungi warga ataupun wisatawan.
"Selama ini kami memang belum menjadikan situs-situs
cagar budaya sebagai potensi wisata karena memang kondisinya belum siap
dikunjungi. Dalam arti, belum ada fasilitas penunjang juga pelengkap agar situs
tersebut layak dijadikan tujuan wisata," katanya.
Setidaknya ada prasasti atau relief gambar terkait peristiwa
penting di lokasi tersebut hingga akhirnya ditetapkan sebagai situs bersejarah,
sehingga wisatawan yang datang pun tak sekadar datang untuk berfoto tapi juga
mendapatkan informasi yang valid.
"Bisa juga dilengkapi dengan fasilitas umumnya semisal
toilet atau saung, tapi papan informasi sejarahnya yang terpenting,"
katanya.
Secara terpisah, Wakil Wali Kota Bekasi Ahmad Syaikhu
menambahkan pemerintah akan mengupayakan agar dana pemeliharaan situs sejarah
bisa ditingkatkan. "Dengan demikian, perawatan terhadap cagar budaya
bisa dilakukan dengan maksimal," katanya.
Perihal cagar budaya Gedong Papak yang sempat difungsikan
sebagai kantor sejumlah instansi, Syaikhu mengusulkan agar dimanfaatkan sebagai
perpustakaan digital. (bbg)